MEDAN – Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara (Sumut), mengapreasiasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Penghormatan, Perlindungan Dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas Sumatera Utara.
Namun pihaknya menyayangkan bila pembahasan ranperda tersebut tidak melibatkan beberapa organisasi dan tokoh-tokoh difabel di Sumatera Utara, untuk memberikan masukan dan menyusun substansi peraturan daerah ini.
Hal itu disampaian anggota DPRD Sumut, Delpin Barus, saat membacakan pandangan Fraksi PDIP Sumut terhadap Rancangan Peraturan Daerah Tentang Penghormatan, Perlindungan Dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, dalam Sidang Paripurna di Gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol, Medan, Senin (12/9/2022), yang ditandatangani Ketua Fraksi Mangapul Purba dan Sekretaris Syahrul Ependi Siregar.
“Di antara rujukan penting Peraturan Daerah tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas ini adalah Undang-undang No. 19 tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons With disabilities. Pengesahan konvensi internasional ini sepertinya menjadi penyemangat beberapa aktifis difabel. Penting pendapat mereka didengar agar dapat memasukkan substansi yang sangat penting ke dalam peraturan daerah,” katanya.
Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut mengapresasi rujukan ranperda tidak lagi mengggunakan undang-undang no. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat karena dinilai tidak sesuai.
“UU No 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat berdampak tidak berlakunya norma ini di level komunitas dan banyak pihak mendorong amandemen. Setelah pemerintah indonesia meratifikasi Convention on the Rights of Persons with Disabilities lewat UU No 19 Tahun 2011, difabel di seluruh indonesia menggeliat dan mendorong perubahan UU No 4 Tahun 1997, dan akhirnya pada 15 April 2016 Presiden Jokowi Widodo mengesahkan UU No 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas,” lanjut Delpin.
Keberadaan UU No 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang secara normatif mengganti UU No 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, setidaknya harus memberi pengaruh terhadap Ranperda tentang Penghormatan, Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas.
“Ranperda ini secara yuridis semangatnya tidak boleh lagi masih merujuk pada undang-undang no. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat yang notabene telah dicabut,” katanya lagi.
Fraksi PDI Perjuangan berpendapat bahwa banyak substansi hukum yang diatur dalam UU No 8 tahun 2016 yang tidak boleh diabaikan oleh Ranperda tentang Penghormatan, Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas. Hal ini menjadi pertimbangan fundamental bahwa pemerintah daerah provinsi sumatera utara melalui ranperda ini menjamin hak hukum dan hak-hak yang melekat pada penyandang disabilitas.
“Implementasi ranperda ini harus menjadi perhatian penting bagi kita semua. Dalam hal ini, Fraksi pdi perjuangan DPRD Sumut berpendapat, dalam proses lebih lanjut terhadap pembahasan ranperda tentang penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas, tetap memperhatikan dan bahkan melibatkan secara aktif komunitas dan atau organisasi serta tokoh-tokoh disabilitas yang ada di Sumatera Utara,” ujarnya.
Kemudian, untuk menjamin terwujudnya perlindungan dan pemberdayaan bagi penyandang disabilitas, maka langkah awal yang perlu dilakukan oleh Dinas Sosial adalah kembali melakukan kegiatan pencataan atau pendataan secara akurat terhadap penyandang disabilitas.
“Assessment kegiatan tersebut dilakukan untuk mengetahui kebutuhan bagi penyandang disabilitas, sehingga nantinya program maupun kegiatan terkait disabilitas sesuai dengan yang dibutuhkan oleh penyandang disabilitas. Assessment merupakan langkah awal untuk pendataan penyandang disabilitas meliputi pencatatan biodata serta pencatatan hasil pengamatan gejala kedisabilitasan,” lanjutnya.
Selanjutnya, mengidentifikasi kebutuhan penyandang disabilitas, bahwa kegiatan assessment ini mencatat tentang jenis disabilitas dan kebutuhannya agar penyesuaian anggaran terkait implementasi dan komitmen pemerintah tepat pada sasarannya.
Terakhir, perda tersebut diharapkan akan meperkuat pengalokasian anggaran untuk berbagai kegiatan lainnya seperti rahabilitasi sosial, bimbingan mental, bimbingan fisik, bimbingan sosial, bimbingan keterampilan dan penyediaan alokasi anggaran untuk perekonomian penyandang disabilitas. (red)