Langkat – Eks Plt Bupati Langkat Syah Afandin alias Ondim dikaitkan-kaitkan dengan kasus dugaan korupsi PPPK guru di Langkat tahun anggaran 2023. Hal tersebut dinilai tak memiliki dasar yang kuat, dengan membentuk berbagai opini di media sosial.
“Kasus dugaan korupsi PPPK ini tak bisa dikaitkan dengan eks Wakil Bupati Langkat periode 2019-2024,” kata Mas’ud selaku kuasa hukum Ondim, di Stabat, Jumat.
Persoalan itu bermula dari Syah Afandin yang menjabat Plt Bupati Langkat yang menerima massa aksi pada 27 Desember 2023 lalu diruang Pola Kantor Bupati Langkat.
Pada waktu itu ratusan massa itu datang dan langsung diterima Syah Afandin. Saat itu kepada ratusan massa Ondim akan mengevaluasi ulang dan membawa persoalan tersebut ke Jakarta.
Tak hanya itu, beberapa orang peserta sekaligus yang juga menjadi masa aksi diajak untuk ikut ke Jakarta. Bahkan Ondim akan memperjuangkan apa yang menjadi hak peserta seleksi PPPK guru di Langkat.
Singkat cerita, keputusan hasil seleksi PPPK guru di Langkat tidak diperbolehkan atau dibatalkan oleh Kementerian.
Namun demikian, Ondim terus berupaya agar memberi prioritas kepada peserta seleksi PPPK guru di tahun anggaran berikutnya.
Alasannya Ondim tidak pernah dipanggil penyidik selama dalam proses penyelidikan hingga penyidikan.
“Apa lagi menuduh seseorang melakukan kejahatan korupsi tanpa bukti adalah perbuatan pidana yang dapat dipenjara dan denda,” ujar Mas’ud.
Terkait perkara ini penyidik sudah melakukan penyerahan tersangka dan barang bukti atau tahap II. Hal tersebut menyusul berkas sudah dinyatakan lengkap oleh jaksa.
“Artinya dengan dilimpahkannya berkas perkara tersebut, maka sudah selesai proses hukum dalam penyidikan, dan Inn Shaa Allah, Bang Ondim tidak terlibat dalam kasus PPPK Langkat,” ujarnya.
“Untuk itu kita berharap ke depan persoalan PPPK ini menjadi pelajaran di kemudian hari,” sambung Mas’ud.
Mas’ud pun menegaskan, adapun ancaman hukuman menuduh seseorang melakukan kejahatan korupsi tanpa bukti sesuai Pasal 2 UU Tipikor mengatur ancaman hukuman untuk menuduh seseorang melakukan kejahatan korupsi tanpa bukti.
Pasal 434 ayat (1) UU 1/2023 mengatur ancaman hukuman untuk melakukan fitnah dan Pasal 311 ayat (1) KUHP mengatur ancaman hukuman untuk melakukan fitnah.
Adapun ancaman hukuman penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun penjara.
“Mari kita bersama menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah yang pada konsep dasarnya, seseorang dianggap tidak bersalah sampai adanya bukti yang meyakinkan dan kuat yang menunjukkan kesalahan, semoga kabupaten Langkat di bawah kepemimpinan pak Ondim ke depan membawa keberkahan bagi bumi Langkat,” katanya.
Dalam proses pidana di Polda Sumut, Ondim juga belum pernah dipanggil penyidik saat dalam proses penyelidikan hingga penyidikan. Pun demikian, Ondim dipanggil sekali saja oleh penyidik jelang proses tahap II, pelimpahan tersangka dan barang bukti ke jaksa.
“Sayangnya, sejumlah pihak malah mengaitkan ada keterlibatan Ondim dalam masalah itu,” ujar Masud dikutip dari Antara. (red/ant)