MEDAN-Kantor Perwakilan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Sumatera Utara bersama PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Indonesia SIPF (Securities Investor Protection Fund) menggelar workshop, Rabu (1/11/2023).
Kegiatan yang digelar di Kantor BEI Sumut) Jalan Juanda Medan itu mengedukasi terkait perlindungan investor dan keamanan berinvestasi di pasar modal Indonesia.
Tampil sebaga nara sumber Kepala Kantor Perwakilan BEI Sumut, M. Pintor Nasution, Kepala Unit Layanan Edukasi Investor KSEI, Ruth Yendra dan Direktur Indonesia SIPF, Mariska Aritany Azis.
Kepala BEI Sumut M Pintor Nasution menuturkan, tujuan digelar workshop untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat maupun pelaku pasar modal di wilayah Medan dan sekitarnya.
Melalui workshop itu, kata Pintor mengedukasi mengenai cara berinvestasi yang aman dan memperkenalkan berbagai macam mekanisme perlindungan yang ada di industri Pasar Modal Indonesia.
“Dengan begitu, diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan dan keyakinan masyarakat untuk mulai berinvestasi di pasar modal serta menghindari investasi ilegal,” katanya.
Pelaku Pasar Modal Indonesia perlu memahami mekanisme perlindungan investor. Hal itu jika investor pasar modal mengalami kehilangan aset.
Pemahaman perlindungan investor ini juga penting, agar pelaku pasar modal tidak menjadi korban penipuan dan investasi ilegal.
Di sisi lain, adanya perlindungan investor tersebut dapat menyelamatkan aset pelaku pasar modal atau bisa diganti rugi. Meski begitu, ada juga risiko yang tidak dilindungi.
Perlindungan investor atas aset pasar modal ini ditangani oleh Indonesia SIPF (Securities Investor Protection Fund) atau PT Penyelenggara Program Perlindungan Investor Efek Indonesia (P3IEI).
Indonesia SIPF merupakan anak perusahaan PT Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).
Direktur Indonesia SIPF (Securities Investor Protection Fund), Mariska Aritany Azis menyebutkan, Indonesia SIPF melalui program DPP hadir untuk menjadi sebuah lembaga perlindungan dalam mengatasi masalah investasi pasar modal yang hilang akibat adanya penipuan.
“Perlindungan atas aset investor diperlukan karena adanya ketergantungan kepada perusahaan efek yang bertindak untuk kepentingannya dalam berinvestasi,” katanya.
Perusahaan efek yang merupakan anggota dari DPP memiliki kewenangan untuk melakukan pencatatan, penyimpanan, transfer, menggunakan, maupun melaporkan transaksi aset investor dalam rangka aktivitas transaksi untuk kepentingan investor.
Namun, perusahaan efek juga dapat menggunakan efek tersebut untuk kepentingan perusahaan atau pegawai, yang dikategorikan sebagai fraud (penipuan).
Sejak Indonesia SIPF berdiri di
2013 hingga saat ini, belum ada aduan atau laporan dari investor yang masuk dalam kriteria kasus yang dapat diberikan ganti rugi oleh DPP.
Mariska menjelaskan, DPP adalah kumpulan dana yang dibentuk untuk melindungi investor di Pasar Modal Indonesia dari risiko hilangnya aset investor yang dititipkan pada Kustodian (Perusahaan Efek dan Bank Kustodian) akibat penyalahgunaan aset investor oleh pihak tidak bertanggung jawab.
Per Januari 2021, besaran maksimal ganti rugi yang dapat diberikan kepada investor oleh DPP adalah sebesar Rp 200 juta per investor atau Rp 100 miliar per kejadian di Kustodian.
Anggota DPP saat ini terdiri dari dua kategori, dengan jumlah sebanyak 97 anggota (perantara pedagang efek) dan 24 anggota (Bank Kustodian).
Dijelaskannya terdapat syarat perlindungan investor yang dilindungi. Antara lain, menitipkan asetnya dan memiliki rekening efek pada Kustodian.
Kemudian, memiliki sub rekening efek pada lembaga penyimpanan dan penyelesaian. Selanjutnya, memiliki nomor tunggal identitas pemodal (SID).
Sedangkan pengecualian investor yang dilindungi, yakni pemodal yang terlibat atau menjadi penyebab aset pemodal hilang.
Selain itu, pemodal merupakan pemegang saham pengendali, direktur, komisaris atau pejabat satu tingkat di bawah direktur Kustodian. Pemodal merupakan afiliasi dari pihak-pihak di atas.
Aset yang dilindungi yaitu efek yang tercatat dan terdaftar di KSEI. Kemudian dana pada Kustodian dibukakan rekening dana nasabah pada bank atas nama pembeli.
“Meskipun Pasar Modal Indonesia dilengkapi dengan berbagai macam perlindungan bagi investornya, namun masyarakat tetap diimbau untuk lebih aware terhadap berbagai produk dan jenis investasi,” sebutnya.
Dia menilai, kurangnya pemahaman akan hal tersebut adalah salah satu penyebab banyaknya masyarakat yang menjadi korban investasi ilegal.
Berdasarkan aduan yang diterima Indonesia SIPF, tidak sedikit masyarakat yang menjadi korban penipuan dengan modus investasi, seperti titip dana melalui pihak yang mengatasnamakan perusahaan Sekuritas.
Kerugian yang diakibatkan investasi ilegal seperti itu tidak masuk dalam perlindungan Indonesia SIPF.
Adapun risiko lainnya yang tidak masuk dalam perlindungan Indonesia SIPF adalah penurunan harga saham, likuiditas instrumen investasi, delisting/suspend emiten, kehilangan instrumen investasi berbentuk warkat/script, gagal bayar instrumen investasi, dan lain sebagainya.
Dia mengingatkan agar masyarakat untuk lebih berhati-hati dan tidak mudah percaya jika ada pihak-pihak yang menawarkan instrumen investasi dengan menjanjikan return yang tinggi.
“Pastikan investasi yang ditawarkan itu resmi berasal dari lembaga yang terdaftar dan berada di bawah naungan regulasi OJK,” ungkapnya.
Lakukan konfirmasi ulang melalui media atau kontak resmi dari lembaga tersebut, atau bisa juga dikonsultasikan kepada Indonesia SIPF melalui Layanan Konsultasi Pemodal Indonesia SIPF.
Mariska juga memberikan tips berinvestasi yang aman dan nyaman melalui 3D yakni Kepala Dingin mengartikan masyarakat perlu untuk memahami produk dan risikonya sebelum mulai berinvestasi.
Kemudian Hati Dingin. Menurutnya masyarakat perlu memahami profil risiko masing-masing agar tidak panik dan FOMO (fear of missing out) pada saat berinvestasi.
Tips lainnya Uang Dingin, yang artinya investasi itu sebaiknya dilakukan dengan menggunakan dana yang memang sudah dialokasikan secara khusus untuk berinvestasi, bukan menggunakan dana operasional ataupun dana darurat. ( swisma)