MEDAN~ Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mulai melakukan penyelidikan atas indikasi pelanggaran Pasal 13 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 (UU 5/1999) berkaitan dengan perilaku oligopsoni pada tataniaga komoditas lada hitam di Provinsi Lampung.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur menyebutkan hal itu dalam siaran persnya diterima melalui Kepala Kanwil I KPPU Ridho Pamungkas Senin (3/6/2024).
Anggota KPPU Gopprera Panggabean menyebutkan, penyelidikan tersebut dilakukan seiring dengan ditemukannya bukti permulaan yang cukup berkaitan indikasi pelanggaran yang dilakukan empat eksportir lada hitam di wilayah tersebut.
Kasus ini berawal dari penyelidikan awal perkara inisiatif yang dilakukan KPPU
sejak Februari 2024 atas tataniaga komoditas lada hitam di provinsi Lampung.
Melalui penyelidikan awal, KPPU menemukan struktur pasar pembelian lada hitam di Lampung pada 2022 dikuasai 64 persem oleh empat eksportir yang diduga melakukan perilaku anti persaingan.
KPPU juga menemukan terdapat perilaku pengendalian pembelian pasokan dan harga beli lada ditingkat Petani oleh keempat eksportir.
Tindakan ini diduga menyebabkan
harga lada hitam di Lampung berada di bawah rata-rata harga nasional, meskipun adanya fakta bahwa Lampung merupakan daerah penghasil lada hitam terbesar di Indonesia.
Tercatat berdasarkan data Statistik Perkebunan Unggulan Nasional 2021-2023 oleh Kementerian Pertanian, produksi lada hitam di Lampung mencapai 15.139 ton atau menyumbang 18,06 persen dari total produksi nasional pada 2023.
Selain mengakibatkan harga yang rendah, perilaku pengendalian pembelian pasokan dan harga yang dilakukan keempat eksportir juga berdampak pada alih komoditas tanaman Petani, khususnya terhadap penurunan luas lahan dan produksi lada hitam di Lampung.
Dampak pada persaingan juga dirasakan pada penurunan jumlah eksportir lada hitam di provinsi tersebut.
Tercatat, pada 2020 masih terdapat 15 eksportir lada hitam. Namun tahun lalu, jumlah tersebut turun menjadi sembilan eksportir.
Dengan ditemukannya bukti permulaan yang cukup terhadap indikasi perilaku oligopsoni pada tataniaga komoditas lada hitam di Lampung oleh empat eksportir, KPPU menindaklanjuti kasus tersebut ke tahap Penyelidikan.
Dalam penyelidikan, akan dilakukan
pengumpulan alat bukti yang cukup, yakni minimal dua alat bukti, guna menyimpulkan apakah indikasi pelanggaran tersebut dapat berlanjut hingga ke tahap persidangan oleh Majelis Komisi.
Ia menjelaskan pasal 13 tentang Oligopsoni
(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75 persen pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. ( swisma)