MEDAN–Mengantisipasi harga beras yang mulai mengalami kenaikan,
Kepala Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kantor Wilayah I Medan Ridho Pamungkas temui Persatuan Pengusaha Penggilingan Beras dan Padi (Perpadi) Sumatera Utara (Sumut).
Kedatangan Ridho didampingi Kepala Bidang Kajian Advokasi KPPU Shobi Kurnia di Kantor Sekretariat Perpadi Sumut itu untuk membahas kenaikan beras yang terjadi sejak awal Agustus 2023 hingga saat ini.
‘Kedatangan kita juga mendiskusikan untuk menggali potensi permasalahan persaingan tidak sehat dalam distribusi beras yang dapat berimbas pada terjadinya kenaikan harga,” kata Ridho, Sabtu (12/8/2023).
Kehadiran tim KPPU Kanwil I Medan diterima Ketua Perpadi Sumut Ardhi Kusno beserta pengurus Perpadi lainnya.
Dalam pertemuan itu Ridho mengawali diskusi dengan membuka persoalan fenomena kenaikan harga beras dimulai sejak Agustus 2022 sampai kini.
Disebutkannya, jika diperbandingkan Agustus 2022 dengan Juli 2023, untuk beras medium terdapat kenaikan sebesar 1.600-an rupiah per kg.
Selain itu harga beras untuk Sumut juga selalu di atas HET, dimana untuk medium HET dipatok 11.500, sementara di pasar sudah diatas 12.500 per kg.
Data lain pada 2022 juga menyebutkan jumlah produksi padi dan beras di Sumut mengalami kenaikan di tahun itu.
Demikian juga realisasi penyaluran Cadangan Beras Pemerintah di Sumut mengalami lonjakan sejak Agustus 2022, namun harga tidak beranjak turun.
” Jangan-jangan ada spekulan yang bermain dengan kenaikan beras itu,” ungkap Ridho pada pertemuan yang digelar Jumat (11/8/2023).
Ridho juga menyebutkan, konsentrasi pasar penggilingan padi di Sumut semakin tinggi. Tercatat hanya ada 34 penggilingan padi besar yang beroperasi, sehingga berpotensi mempengaruhi harga.
“Untuk itu KPPU mengawasi perilaku pelaku usaha agar jangan sampai ada kesepekatan antara penggilingan padi besar dalam mengatur produksi dalam menentukan harga gabah dan beras,” sebut Ridho.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Perpadi Sumut Ardhi Kusno menjelaskan, komoditi beras cukup rentan terhadap isu.
Misalnya beredar informasi India stop ekspor beras karena untuk mencukupi kebutuhan dalam negerinya, maka para spekulan sudah menaikkan harga.
“Sebaliknya beredar juga isu pemerintah akan mengimpor beras dari luar negeri, maka para pengepul akan menekan harga gabah di tingkat petani, padahal di tingkat konsumen tidak turun,” ujarnya.
Sekretaris Perpadi Sumut, Eryadi menambahkan, saat ini banyak penggilingan padi skala menengah dan kecil yang bangkrut karena kalah bersaing dengan penggilingan besar.
Dikatakannya, penggilingan besar berani membeli Gabah Kering Panen atau GKP dengan harga di atas harga pasar.
Mereka berani membeli karena memiliki Dryer dan mesin penggilingan yang efisien, sehingga masih untung ketika menjual beras.
“Namun harga pembelian gabah yang tinggi tidak dinikmati petani langsung karena ada pengepul yang dapat menekan harga ke petani,” ungkapnya.( swisma)