MEDAN-Adanya penyimpangan penyaluran kredit dan tabungan di Bank Rakyat Indonesia ( BRI) unit Amplas tidak hanya “menyeret” Rahmuka Triki Ekawan sebagai Kepala Unit dan Dina Arpina selaku Customer Service ( CS) sebagai terdakwa.Tapi berdampak pada Mantri dan Teller dan karyawan semasa dipimpin Rahmuka turut dimutasi sebagai tindakan kelalaian.
Hal itu terungkap ketika Ramadan Putra, Pranajaya dan Putra Adiwijaya, ketiganya Mantri dan Winny Astari dan Putri Wahyuni, keduanya bertugas sebagai Teller semasa Rahmuka menjabat Kepala Unit BRI Amplas saat didengar keterangannya sebagai saksi dalam perkara Rahmuka dan Dina yang didakwa korupsi Rp 1,9 miliar di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis. (1/12/2022) malam.
Ramadan mengakui mendapat tindakan disiplin dari atasan karena dianggap lalai sehingga terjadi penyimpangan di BRI Amplas 2018-2020.
” Saya dimutasi ke BRI unit lain.Tidak lagi di BRI Amplas,” ujar Ramadan.Demikian juga Pranajaya, Putra Adiwijaya, Winni dan Putri serta karyawan lain ditaksir 13 orang itu dimutasi dianggap lalai sehingga terjadi kebocoran di BRI Amplas tersebut.
Menurut Ramadan, Mantri bertugas memvalidasi permohonan kredit nasabah, setelah didaftarkan oleh CS.Setelah divalidasi, maka diteruskan ke Kepala Unit apakah permohonan kredit nasabah itu disetujui atau tidak.
Menurut dia, ada nasabah yang divalidasi nya setelah diprospek Dina Arpina yang saat itu sebagai Customer Service ( CS ).
Pranajaya dan Putra Adiwijaya juga pernah memvalidasi nasabah yang diajukan Dina.” Setelah divalidasi, permohonan kredit diteruskan kepada Rahmuka sebagai Kepala Unit BRI Amplas saat itu,” ujar kedua saksi tersebut.
Setelah disetujui dan dilakukan pencairan, ketiga Mantri itu tidak mengetahuinya.Sebab urusan pencairan kredit adalah tugas Dina sebagai CS.
Sedangkan Winni dan Putri yang saat itu bertugas sebagai Teller juga pernah memproses tabungan nasabah yang dimohonkan Dina.” Tapi setahu saya permohonan para nasabah itu tidak ada yang komplin,” ujar Putri.
Sedangkan Winni mengaku pernah melihat Dina memberikan bunga nasabah secara manual. Padahal saat itu bunga tabungan terkirim secara otomatis by system.
” Saya pernah melihat tindakan Dina tersebut, tapi tidak menegur Dina pak hakim,”ujar Winni.
Keterangan ketiga saksi itu langsung dibantah terdakwa Dina.” Mereka tidak berupaya mencegah atau menegur karena setiap pencairan kredit dan bunga tabungan nasabah, mereka saya beri fee dan makan-makan ,” ujar terdakwa Dina dari Rutan Perempuan Tanjung Gusta Medan yang dihadirkan secara virtual itu.
Lantas Ramadan, Pranajaya dan Putra Adiwijaya membantah mendapatkan fee dari terdakwa.Sedangkan Winni dan Putri mengakui pernah diajak makan-makan oleh Dina setelah tabungan nasabah dicairkan.
Sementara terdakwa Rahmuka mengakui para Mantri mengetahui pasword BRI unit Amplas.”Kalau saya tidak di kantor mereka yang akses.Jadi persoalan keuangan Mantri juga mengetahuinya,” ujar Rahmuka.
Untuk mendengar keterangan saksi dari nasabah yang dirugikan sidang dilanjutkan Kamis mendatang
Sebelumnya JPU Julita Purba dari Kejari Medan dalam surat dakwaan, menjelaskan, tindak pidana korupsi kedua terdakwa Rahmuka dan Dina Arpina berlangsung periode 2019 hingga 2020.
Diketahui, terdakwa Dina Arpina mengajukan pinjaman Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) tanpa persetujuan 5 debitur alias fiktif, sebesar Rp977.980.753 yang kemudian disetujui Rahmuka Triki Ekawan selaku pimpinan.
Dina kemudian melakukan pinjaman debitur Kupedes dan BRIGuna sebanyak 6 rekening yang uang kelulusan pelunasannya juga digunakan keperluan pribadi sebesar Rp330.754.790.
Dina kemudian melakukan pinjaman debitur Kupedes dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro sebanyak 9 rekening sebesar Rp111.258.255 serta melakukan pemalsuan 2 bilyet deposito sebesar Rp510.167.403 dan lagi-lagi untuk kepentingan pribadinya.
Di pihak lain, terdakwa Rahmuka Triki Ekawan tidak melaksanakan cek dan ricek sesuai tugas maupun wewenangnya selaku pimpinan di bank plat merah tersebut sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp1,9 miliar lebih.
Keduanya pun dijerat Pasal 2 dan 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.(esa)